Nama: Endang Kusumawati
NPM : 25209230
Kelas : 4EB11
Tulisan Artikel GCG, CSR, dan IFRS
Artikel GCG kasus Bank
Pertumbuhan
dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin lama semakin meningkat.
Seiring dengan perkembangan yang cepat tersebut, satu hal perlu dicermati
adalah aspek Good Coorporate Govarnance (GCG) karena terkait dengan berbagai
macam resiko kerugian yang jika tidak diperhatikan akan merusak citra syariah
di masa depan dan menjerumuskan bank syariah ke jurang kehancuran.
Bank
syariah yang semakin mekar tersebut, wajib dicegah dari berbagai resiko
kerugian, baik kerugian finansial maupun resiko reputasi. Dr. Muliaman D Hadad,
Deputy Gubernur BI, berkali-kali mengingatkan pegiat bank syariah agar ekstra
keras mengawal bank syariah dari kemungkinan buruk di masa depan. Sekali
sebuah lembaga perbankan syariah bermasalah , maka citra bank syariah
akan rusak. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, dibutuhkan biaya besar
dan waktu yang panjang.
Prof.
Dr M.Umer Chapra dalam buku Corporate Governance for Islamic Banking, menekankan
pentingnya penerapan Good Corporate Governance yang efektif di lembaga
keuuangan syariah. GCG adalah pilar penting yang harus diciptakan untuk
mewujudkan bank syariah yang unggul dan tangguh. Penerapan GCG semakin
penting, karena konsep bank syariah menggunakan risk sharing.
Menurut
Umer Chapra, diantara sarana pendukung corporate governance yang
terpenting adalah kontrol internal, manajemen resiko, tranparansi, akuntansi
dan disclosure pembiayaan, pemurnian dan audit syariah, regulasi dan
pengawasan yang prudent.
Pelaksanaan
good corporate governance pada industri perbankan syariah berlandaskan
pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparency),
yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta
keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, Akuntabilitas
(accountability), yaitu kejelasan fungsi dan paksanaan petanggung jawabanorgan
bank sehingga pengelolanya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggung
jawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelola bank dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsi-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Keempat, profesional (professional), yaitu memiliki kompetensi, mampu
bentindak obyektif dan bebas dari pengaruh/tekanan dari pihak manapun
(independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank
syariah. Kelima, kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan
dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut, bank wajib berpedoman pada
berbagai ketentuan dan persyaratan yang terkait dalam pelaksanaan Good
Corvorate Governance. Selain itu dalam pelaksanaan Good Corporate Governance,
industri perbankan syariah juga harus memenuhi prinsip syariah (sharia
compliance). Ketidak sesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah akan
berpotensi menimbulkan berbagai risiko terutama risiko reputasi bagi industri
perbankan syariah.
Pelaksaaan
Good Corporate Governance perbankan syariah tidak hanya dimaksudkan untuk
memperoleh pengelolaan bank yang sesuai dengan lima prinsip dasar dan sesuai
dengan prinsip syariah, akan tetapi juga di tujukan untuk kepentingan yang
lebih luas. Kepetingan ini antara lain adalah untuk melindungi kepentingan
stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri
perbankan syariah.
Untuk
penerapan GCG yang efektif di lembaga perbankan syariah, maka Bank Indonesia
mengeluarkan peraturan baru, yaitu PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember
2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. PBI ini mulai diberlaukan terhitung sejak 1
Januari 2010.
Sumber:
http://www.agustiantocentre.com
Artikel CSR kasus Pertamina
Program CSR Pertamina Peduli di
Siantar
Pematangsiantar, (Analisa). Memenuhi
program corporette sosial reponsibility (CSR),Pertamina Terminal BBM
Pematangsiantar membantu warga dengan menggelar pelatihan dan keterampilan bagi
ibu rumahtangga di Kelurahan Banjar Jalan Bolakaki Pematangsiantar, Selasa(3/7)
siang.
Mengawali pelaksanaan, OH Pertamina
Terminal Pematangsiantar Suwardi menyebutkan di hadapan 100 peserta kaum ibu,
acara tersebut merupakan salah satu point dalam agenda Pertamina Peduli, khusus
kepada warga masyarakat terutama yang berada di lingkungan lokasi Pertamina.
Pelatihan dan keterampulan kali ini membuat kue kering dan kerupuk diharapkan dapat bermanfaat,dikarenakan ilmu yang diperoleh dapat dikembangkan baik secara person maupun kelompok, sekaligus membantu beban ekonomi rumahtangga.
Dalam kesempatan itu pula Suwardi mengingatkan kepada peserta tentang bahaya kebakaran berasal dari kompor, baik kompor minyak maupun kompor gas.
Progam Pertamina Peduli, Pertamina Pematangsiantar melakukan bantuan empat bidang yakni Pendidikan, Kesehatan, Pelatihan dan Keterampilan, plus olahraga dan nantinya membantu dibidang lingkungan hidup.
Disebutkannya, dana yang dikucurkan untuk kegiatan pelatihan dan keterampilan tersebut sebesar Rp 15 juta, untuk olahraga yang dalam hal ini difokuskan terhadap olahraga futsal yakni berupa peralatan/perlengkapan futsal dan seragam Rp10 juta.
Berkaitan dengan sarana /lapangan futsal,disebutkan telah tersedia yang kesemuanya itu merupakan bantuan dari Pertamina.
Lurah Banjar Saiful Rizal mengucapkan terimakasih terhadap pihak Pertamina yang telah membantu warganya, kali ini melakukan pelatihan dan keterampilan cara membuat empat menu, di antaranya membuat kue kering dan kerupuk dipimpin instrukturnya L boru Situmorang, guru pendidik SMKN-3 Bringin Sinaksak.
Pelatihan dan keterampulan kali ini membuat kue kering dan kerupuk diharapkan dapat bermanfaat,dikarenakan ilmu yang diperoleh dapat dikembangkan baik secara person maupun kelompok, sekaligus membantu beban ekonomi rumahtangga.
Dalam kesempatan itu pula Suwardi mengingatkan kepada peserta tentang bahaya kebakaran berasal dari kompor, baik kompor minyak maupun kompor gas.
Progam Pertamina Peduli, Pertamina Pematangsiantar melakukan bantuan empat bidang yakni Pendidikan, Kesehatan, Pelatihan dan Keterampilan, plus olahraga dan nantinya membantu dibidang lingkungan hidup.
Disebutkannya, dana yang dikucurkan untuk kegiatan pelatihan dan keterampilan tersebut sebesar Rp 15 juta, untuk olahraga yang dalam hal ini difokuskan terhadap olahraga futsal yakni berupa peralatan/perlengkapan futsal dan seragam Rp10 juta.
Berkaitan dengan sarana /lapangan futsal,disebutkan telah tersedia yang kesemuanya itu merupakan bantuan dari Pertamina.
Lurah Banjar Saiful Rizal mengucapkan terimakasih terhadap pihak Pertamina yang telah membantu warganya, kali ini melakukan pelatihan dan keterampilan cara membuat empat menu, di antaranya membuat kue kering dan kerupuk dipimpin instrukturnya L boru Situmorang, guru pendidik SMKN-3 Bringin Sinaksak.
Sumber: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/07/11/62238/program_csr_pertamina_peduli_di_siantar/
Artikel IFRS
IFRS Sebagi Standar Tunggal Pelaporan Keuangan
International Financial Reporting Standards
(IFRS) adalah standar, interpretasi, dan kerangka yang diadopsi oleh badan
penyusun standar akuntansi internasional yang dikenal dengan International
Accounting Standards Board (IASB).
Beberapa standar yang membentuk IFRS dulunya
dikenal dengan nama International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan
oleh suatu badan yang dikenal dengan International Accounting Standards
Committee (IASC) pada kurun waktu antara tahun 1973-2001. Hingga Maret 2002,
IASC telah menerbitkan 41 IAS dan 34 SIC (Standing Interpretations Committee) Interpretations.
Beberapa di antaranya telah diubah atau diganti oleh IASB. Standar yang masih
tersisa dipandang sebagai payung bagi IFRS.
Sepanjang tahun 1999-2000, IASC melakukan
restrukturisasi (dengan mengubah konstitusi, strategi, struktur dan nama). IASC
berkeinginan untuk menjadi badan akuntansi yang lebih independen dan
profesional. Pada Maret 2001, IASC Trustees mengaktifkan Part B dari IASC
Constitution yang baru dan menetapkan non-profit Delaware corporation yang
diberi nama International Accounting Standards Committee Foundation untuk
mengawasi IASB. Pada April 2001, IASB yang baru mengambil alih tanggung jawab
IASC dalam menetapkan International Accounting Standards.
IASB berkeinginan untuk membentuk satu standar
pelaporan keuangan global yang berkualitas. Selama pertemuan pertamanya, badan
yang baru tersebut mengadopsi IAS dan SIC (Standing Interpretation Committee)
yang ada. IASB terus mengembangkan standar yang disebut dengan International
Financial Reporting Standards (IFRS). Jadi IFRS adalah termasuk standar dan
interpretasi yang disetujui oleh IASB serta IAS dan SIC Interpretations yang
diterbitkan berdasarkan konstitusi sebelumnya.
IFRS terdiri dari:
.International Financial Reporting Standards (IFRS) – standard yang diterbitkan setelah 2001
.International Accounting Standards (IAS) – standard yang diterbitkan sebelum 2001
.Interpretasi yang berasal dari the International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – diterbitkan setelah 2001
.Standing Interpretations Committee (SIC) – diterbitkan sebelum 2001
.International Financial Reporting Standards (IFRS) – standard yang diterbitkan setelah 2001
.International Accounting Standards (IAS) – standard yang diterbitkan sebelum 2001
.Interpretasi yang berasal dari the International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – diterbitkan setelah 2001
.Standing Interpretations Committee (SIC) – diterbitkan sebelum 2001
Prinsip-prinsip yang mendasari IFRS dijelaskan
dalam Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements
(Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan)
IFRS merupakan kesepakatan global standar
akuntansi yang didukung lebih dari 100 negara dan badan-badan internasional di
dunia. Globalisasi aktivitas ekonomi mengharuskan informasi keuangan
berkualitas tinggi dan dapat diperbandingkan secara internasional.
Efektif sejak 1 Januari 2005,
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di 15 negara Uni Eropa diharuskan untuk
menyajikan laporan keuangan konsolidasi sesuai dengan IAS (sejak tahun 2003,
standar-standar yang baru disebut sebagai IFRS). Hal ini merupakan perubahan
terbesar di Eropa dalam beberapa dekade terakhir ini yang mempengaruhi lebih
dari 7.000 perusahaan di Uni Eropa yang akan menyusun laporan keuangan
konsolidasi sesuai dengan IAS. Dibandingkan pada tahun 2001, hanya 275
perusahaan di Uni Eropa yang menggunakan IAS dalam penyusunan laporan
keuangannya dan 300 perusahaan menggunakan US GAAP.
Sejak tahun 1994, profesi akuntansi di Indonesia,
melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), telah berkomitmen untuk melakukan
harmonisasi terhadap IFRS. Sejak itu, sebagian besar PSAK yang diterbitkan
didasarkan pada IFRS. Jadi, pada dasarnya IFRS telah mempengaruhi dunia usaha
di Indonesia sejak 1994.
Pada akhir tahun 2008, IAI telah mencanangkan
konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada tahun 2012. Selain itu, pada tahun
2009, negara-negara anggota G-20 telah membuat kesepakatan di Pittsburg,
Amerika Serikat yang di antaranya menyatakan bahwa untuk mengurangi kesenjangan
peraturan di antara negara-negara anggota G-20, maka otoritas yang mengawasi
peraturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni
2011. Indonesia, sebagai salah satu negara anggota G-20 tunduk pada kesepakatan
global untuk melakukan konvergensi IFRS.
Oleh karena itu, mulai tahun 2009, DSAK-IAI
mencanangkan proses konvergensi sampai tahun 2011 dengan target pada tahun
2012, seluruh PSAK tidak memiliki beda material dengan IFRS yang berlaku per 1
Januari 2009. Dan setelah tahun 2012, DSAK-IAI akan terus memperbaharui PSAK
jika ada perubahan pada IFRS yang terkait.
Principles Based
IFRS merupakan seperangkat standar yang
“berdasarkan prinsip” (principles based) yang menetapkan aturan umum dan
menentukan peraturan khusus. Sedangkan US GAAP merupakan standar yang
“berdasarkan aturan” (rule based atau regulation based). IFRS menitikberatkan
pada prinsip yang dijelaskan dalam kerangka konseptual IASB, bukan pada aturan
yang terinci. Berbeda dengan US GAAP, yang pada umumnya memuat
persyaratan-persyaratan lebih khusus dan pedoman impelementasi yang rinci.
Pendekatan IASB yang memfokuskan pada prinsip
tersebut mengharuskan perusahaan dan auditor untuk menggunakan pertimbangan
profesionalnya untuk kepentingan publik. Perusahaan harus menyajikan laporan
keuangan yang menyajikan dengan sebenarnya (faithful representation) seluruh
transaksi yang terjadi. Auditor juga harus resisten terhadap tekanan klien.
Pelaporan keuangan yang didasarkan pada US GAAP,
sebagian besar juga didasarkan pada prinsip, namun disertai dengan aturan dan
regulasi yang rinci. Oleh karena itu, US GAAP disebut sebagai standar yang
“berdasarkan aturan” (rule based). US GAAP menetapkan persyaratan-persyaratan
yang lebih khusus dan memberikan pedoman implementasi yang lebih rinci. Pedoman
rinci ini menguntungkan perusahaan, auditor, dan regulator pasar modal. Bagi
perusahaan, pedoman rinci akan mengurangi ketidakpastian dalam memperlakukan
suatu transaksi. Bagi auditor, persyaratan-persyaratan khusus akan membatasi
perselisihan dengan klien dan merupakan pembelaan jika terjadi proses
pengadilan. Regulator menggunakan pedoman rinci sebagai alat untuk menegakkan
peraturan.
Karena fokus pada prinsip ini, maka pihak-pihak
yang meyakini keunggulan US GAAP berpendapat bahwa penerapan IFRS memerlukan
terlalu banyak interpretasi. Sebaliknya, pendukung IFRS berpendapat bahwa
banyaknya pedoman yang dikeluarkan FASB juga tidak mampu mencegah Enron dalam
menghindari aturan akuntansi. Enron adalah perusahaan yang mendirikan entitas
bertujuan khusus (special purpose entity) yang tidak dikonsolidasikan dalam
laporan keuangan (Enron menggunakan US GAAP). Kegagalan untuk
mengkonsolidasikan entitas tersebut diyakini sebagai isu terpenting dalam
penyajian kembali laporan keuangan Enron.
Standar akuntansi yang berkualitas sangat
diperlukan untuk membantu pelaku ekonomi dalam mengalokasikan sumber dayanya.
Alokasi sumber daya sangat tergantung pada informasi keuangan yang mempunyai
kredibilitas tinggi dan dapat dipahami. Standar akuntansi harus mampu
menyakinkan investor bahwa laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan
menunjukkan gambaran kinerja dan posisi perusahaan yang sebenarnya. Skandal
Enron mengindikasikan perlunya reformasi sistem pelaporan keuangan secara
global.
Adopsi IAS atau IFRS tersebut tentunya akan
berdampak pada pelaporan keuangan khususnya berkaitan dengan pengakuan dan
pengukuran, serta berkaitan dengan konsolidasi dan pelaporan. Salah satu
perubahan pengakuan dan pengukuran yang utama adalah semakin luasnya penggunaan
prinsip nilai wajar (fair value) dibandingkan dengan biaya historis. Nilai
wajar adalah harga yang akan diterima atas penjualan suatu aset atau harga yang
akan dibayar atas pengalihan liabilitas (kewajiban) dalam suatu transaksi antar
partisipan pasar pada saat tanggal pengukuran. Jadi, konsep nilai wajar
menitikberatkan pada arus kas kini dan arus kas yang diekspektasikan. Konsep
nilai wajar tidak menekankan pada harga beli historis. Misalnya, amortisasi
goodwill dievaluasi setiap periode berdasarkan arus kas yang didiskontokan
(discounted cash flows).
Adopsi IFRS akan berdampak pada perubahan
pelaporan keuangan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia akan mengubah format
laporan keuangannya, dan investor akan melihat perubahan tersebut. Demikian
juga dengan merger dan akuisisi, kebijakan pajak, dan perencanaan keuangan juga
akan terpengaruh.
Dengan tambahan margin penjualan listrik subsidi
dari lima persen menjadi delapan persen, laba bersih PT PLN tahun 2010 bisa
melesat jauh melampaui tahun 2009. Namun meningkatnya beban bunga, berkurangnya
untung dari selisih kurs, serta beban lain-lain menyebabkan laba bersih PLN
tergerus hingga 2,5%. Jika tahun 2009 laba bersih yang dibukukan sebesar Rp
10,355 triliun, laba tahun 2010 mentok di angka 10,086 triliun.
Toh situasi tersebut, ditambah iklim kerja yang
berkembang makin baik, telah memacu seluruh jajaran PLN untuk bekerja makin
keras dan profesional. Maka wajar saja jika kemudian Dahlan Iskan memanfaatkan
momentum itu untuk mengubah tagline PT PLN. Semula tagline yang sudah dipakai
bertahun-tahun adalah Electricity for a Better life, Listrik untuk Kehidupan
yang Lebih Baik. Dahlan menggantinya dengan semboyan baru Bekerja Bekerja
Bekerja!
Slogan yang digagas Dahlan tersebut mampu
meneguhkan fokus pada orientasi perusahaan, bahwa tugas utama sebagai korporasi
adalah bekerja untuk melayani.
Di tengah semangat tinggi seluruh jajaran PLN
untuk unjuk kerja itulah Dahlan Iskan harus pergi. Maka ketika para calon
menteri menebar senyum setelah dipanggil Presiden, Pak Dis ?begitu ia suka
dipanggil, akronim dari Dahlan Iskan- justru menangis. “Saya menangis karena
harus meninggalkan teman-teman di PLN yang sedang semangat-semangatnya
bekerja,” ucapnya.
Harapan Presiden, juga publik dan stakeholders
BUMN, agar semangat serupa bisa ditularkan kepada BUMN yang lain. Dahlan tidak
mengusung slogan dan konsep besar yang hanya menarik di meja diskusi. Dia
mengajak semua orang untuk menyederhanakan persoalan dan bekerja untuk
mengatasinya.
Tim BUMN Track
http://www.bumntrack.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar