Nama : Endang Kusumawati
NPM : 25209230
Kelas : 4EB11
Tulisan
Softskill
KASUS FRAUD
YANG ADA DI INDONESIA
Definisi
Fraud
Secara
harafiah fraud
didefenisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih
lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s
Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam
yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk
mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan
kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik,
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain
tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan
dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan
defenisi dari The Institute of
Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal
acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan
yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja.
Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu
pembohongan atau penipuan (deception)
yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara International Standards of Auditing seksi 240 –
The Auditor’s Responsibility
to Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6
mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen
perusahaan, pihak yang berperan dalam governance
perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau
penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal”.
Apapaun
itu defenisinya, menurutku fraud
tetaplah fraud,
dimanapun itu dilakukan, baik dilingkungan swasta maupun di sektor publik.
Motifnya sama, yaitu sama-sama memperkacaya diri sendiri/golongan dan modus
operandinya sama, yaitu dengan melakukan cara-cara yang illegal.
Kasus Fraud di Indonesia
Bank
Indonesia (BI) mengakui banyaknya kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir
ini disebabkan karena lemahnya pengawasan internal. Bank sentral meminta bank
untuk introspeksi serta membenahi pengendalian internal dengan mengoptimalkan
manajemen risiko. “Kasus-kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia
untuk introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis
risiko. Juga fokus pada aspek kepatuhan dan fungsional terutama risiko
operasional untuk memitigasi risiko termasuk internal auditor,” ujar Deputi
Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah disela diskusi mengenai banking
efficiency award 2011 di Hotel Nikko, Jakarta ,
Rabu (22/6/2011).
Dicontohkan
Halim, beberapa kasus besar industri perbankan global misalnya saja di
Singapura beberapa waktu lalu juga dikarenakan lemahnya pengawasan internal dan
level top manajemen. Kasus di Indonesia, sambung Halim tidak jauh dari hal
tersebut dimana terdapat beberapa kelemahan. “Antara lain level top manajemen
dalam melakukan review secara berkala terhadap kebijakan sistem prosedur SOP
dan pengendalian internal, kemudian pengawasan internal yang kurang optimal
serta adanya kelemahan implementasi kebijakan sistem dan prosedur serta SDM
yang kurang menjalankan prinsip Know Your Employee,” paparnya.
“Ditambah
ada beberapa pejabat yang kelewat batas dengan dapat mudahnya memodifikasi data
nasabah yang tidak diketahui pimpinan bank sehingga terjadi penarikan tanpa
diketahui,” imbuh Deputi Bidang Pengawasan BI ini. Maka dari itu, Halim
menyampaikan BI akan menyempurnakan sejumlah aturan untuk memperkuat good
corporate governance dalam melindungi kepentingan nasabah dan industri
perbankan. Aturan yang digodok antara lain menyempurnakan kontrol internal yang
efektif, ketersediaan standard operational procedure yang memadai dan mendorong
pengawasan aktif dari direksi dan komisaris.
Selain
itu, bank sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan fungsi
Direksi Kepatuhan yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan
manajemen risiko yang dapat beroperasi secara independen. “Semuanya itu antara
lain lapisan pertahanan pertama pada bank kalau semuanya dilakukan dapat
mengurangi risiko operasional,” ujarnya. Disamping pengguatan GCG di internal
bank, menurut Halim, bank sentral juga akan mendorong pengawasan masyarakat dan
kantor akuntan publik yang mengaudit bank. “Ini merupakan lapisan kedua
sehingga ada jaminan yang baik terhadap perlindungan dana nasabah dan bank itu
sendiri sebagai industri,” ujarnya.
Kesimpulan:
Banyaknya
kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir ini disebabkan karena lemahnya
pengawasan internal. Kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia
untuk introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis
risiko. Bank sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan
fungsi Direksi Kepatuhan yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan
manajemen risiko yang dapat beroperasi secara independen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar