Jumat, 16 Desember 2011

Artikel koran dari internet

Penyelewengan Dana Bansos Bukan Hal Baru

Ary Wibowo | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Selasa, 29 November 2011 | 19:33 WIB
Share:
shutterstock Ilustrasi
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan menyatakan penyelewengan dana bantuan sosial untuk kepentingan politik bukan merupakan hal baru. Hal itu diungkapkan Yuna menanggapi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan yang mensinyalir dana bansos selama 2007-2010 hampir mencapai Rp 300 triliun.
"Itu (penyelewengan dana bansos) bukan hal yang baru lah. Artinya sejak awal Pemilu lalu, kita sudah mensinyalir bahwa bansos itu memang digunakan untuk instrumen politik untuk memilih pemilih dalam Pilkada. Bahkan riset kita terakhir menjelang Pilkada itu bisa meningkat 100 persen dari jumlah yang ditetapkan," ujar Yuna di Jakarta, Selasa (29/11/2011).
Pada senin (28/11/2011), Anggota Badan Pemeriksa Keuangan  Rizal Djalil, mengatakan dana bansos yang hampir mencapai Rp 300 triliun itu ternyata lebih banyak digunakan untuk kepentingan politik kepala daerah dan partai politik penguasa dalam ambisi memenangi pemilihan umum.
Berdasarkan audit BPK pada anggaran 2007-2010, jelas Rizal, ada kecenderungan dana bantuan sosial menggelembung menjelang pemilihan umum. Menurut Yuna, salah satu faktor yang menjadi permasalahan dalam penyelewengan dana tersebut terjadi karena preferensi politik dari parpol yang tidak jelas.
Untuk mendapatkan dana bansos itu, kata Yuna, seringkali pemerintah daerah membagikan dana-dana tersebut kepada tim sukses, maupun ormasnya untuk membuat kegiatan yang tidak sesuai dengan program pemerintah.
"Dan ketika dana bansos ini naik, mereka akan mengorbankan belanja-belanja kepentingan publik. Seperti riset kita di 14 daerah terakhir, menjelang Pilkada, belanja pendidikan, kesehatan itu menurun, tergantikan belanja hibah, dan bansos," kata Yuna.
Oleh karena itu, menurut Yuna, Kementerian Dalam Negeri harus mengelola keseragaman penggunaan dana bansos tersebut dengan baik. Ia menilai, harusnya dana bansos tersebut digunakan jika programnya sudah jelas, seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
"Karena di pemda-pemda itu memang masih banyak bansos yang ditempelkan, seperti bansos untuk masjid, pondok pesantren. Nah, hal itu yang harus dihilangkan. Dana-dana bansos seperti itu harus diubah peruntukannya. Kalau bansos itu tidak memiliki kegiatan yang jelas, misalnya untuk apa, atau hanya sekadar bantuan saja, itu harus dihilangkan, agar tidak terjadi penyelewengan dana yang besar," tegasnya.

Berhubungan dengan topik nasional














NASIONAL | Polkamnas
SBY Ajak Rakyat Menanam Pohon
Selasa, 29 Nopember 2011
Pelestarian Lingkungan I Komisi VIII Dorong BNPB Tingkatkan Kinerja
BOGOR - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ancaman banjir dan tanah longsor merupakan ancaman riil dan setiap saat bisa terjadi di Indonesia. Oleh karenanya, upaya untuk menghijaukan kembali hutan Indonesia sangat penting dilakukan melalui gerakan menanam pohon.

"Bencana banjir dan longsor itu nyata, riil, dan setiap saat bisa terjadi di negeri kita," kata Presiden Yudhoyono saat memberikan sambutan pada puncak acara Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional di Bukit Merah Putih, Sentul, Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Senin (28/11).

Selain itu, Kepala Negara juga mengatakan bencana yang timbul akibat kerusakan hutan dapat mengancam produktivitas pertanian sehingga menimbulkan kerawanan pangan. Masyarakat Indonesia mesti mengubah keadaan sehingga bisa mengurangi potensi bencana. Caranya dengan melakukan penanaman pohon.

Gerakan menanam pohon juga merupakan upaya untuk mengurangi kadar karbon menjadi 26 persen pada 2020. "Setiap tanggal 28 November kita melaksanakan peringatan tanam pohon. Saya mengajak bukan peringatannya, tetapi harus melakukan tindakan menanam pohon di seluruh Indonesia. Satu miliar pohon minimal," kata dia.

Presiden berharap para kepala daerah serta politisi lokal menjadikan program menanam pohon sebagai program bersama yang harus digalakkan. "Kalau ada musim pilkada, rakyat tanyakan kepada calon gubernur/bupati/wali kota apa konsepnya kalau terpilih di dalam memelihara lingkungan dan tanam dan pelihara pohon," kata Yudhoyono.

Pada kesempatan itu, Yudhoyono menanam pohon manglid (Manglietia glauca). Sedangkan Ibu Negara Ani Yudhoyono menanam pohon melinjo (Gnetum gnemon). Wapres Boediono menanam pohon suren (Toona sureni) dan Herawati menanam pohon salam (Syzygium polyanthum).

Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, penanaman pohon itu dilakukan secara serempak di beberapa tempat oleh sekitar 8.000 orang, yang terdiri dari prajurit TNI, Polri, penyuluh kehutanan, Pramuka, dan siswa.

Tukang Tadah

Acara tersebut diselingi dengan telekonferensi antara Presiden dan beberapa kepala daerah. Presiden menegaskan agar negara-negara lain tidak menjadi tukang tadah terhadap hasil pembalakan liar yang terjadi di Indonesia. "Negara-negara lain jangan jadi tukang tadah illegal logging yang terjadi di Indonesia," kata Yudhoyono saat telekonferensi dengan sejumlah pejabat daerah Kalimantan Timur.

Pemberantasan pembalakan liar adalah salah satu cara untuk merawat dan melestarikan hutan. Pemberantasan pembalakan liar adalah upaya bersama karena hutan Indonesia adalah paru-paru dunia. Oleh karena itu, dia berharap pemberantasan pembalakan tidak hanya dilakukan masyarakat Indonesia, namun juga masyarakat dunia. Negara-negara lain dapat ikut berperan dengan cara tidak menerima atau membeli kayu hasil pembalakan hutan.

Sementara itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan untuk program penanaman satu miliar pohon pada 2011, realisasi penanaman hingga akhir November 2011 sudah mencapai 827 juta batang pohon atau sekitar 80 persen.

"Kami optimististis bahwa penanaman satu miliar pohon akan tercapai dan dapat melebihi target," kata dia seraya mengatakan realisasi penanaman satu miliar pohon pada tahun 2010 bahkan melebihi target, yaitu mencapai 1,3 miliar pohon.

Zulkifli menjelaskan guna menyukseskan program penanaman satu miliar pohon, pada 2010 pihaknya membangun 8.000 kebun bibit rakyat di 422 kabupaten/kota. Dan hasilnya setara dengan 400 juta batang bibit pohon.

Pada 2011, pihaknya membangun 10.000 unit kebun bibit rakyat di 474 kabupaten/kota, yang hasilnya setara dengan 500 juta batang bibit pohon. Selain itu, pada tahun 2011 juga dibangun 23 persemaian permanen di 22 provinsi dengan produksi bibit berkualitas sekitar 35 juta batang per tahun.

Secara terpisah, Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding dalam rapat dengar pendapat dengan BNPB di Gedung DPR, Senin (28/11), mengatakan untuk mempercepat pencairan dana bagi daerah yang terkena bencana, Komisi VIII DPR menyetujui agar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggunakan dana on call yang tersedia di awal tahun anggaran.

Untuk meningkatkan pemulihan dini mulai dari tahap tanggap darurat dan pascabencana, Komisi VIII meminta BNPB melakukan pemulihan perumahan, ekonomi, maupun keberfungsian sosial. Komisi VIII mendorong BNPB meningkatkan kinerja dan menyosialisasikan hasil kerja serta pencitraan melalui berbagai media untuk menumbuhkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat dalam berbagai kegiatan penanggulangan bencana.

Menyikapi rekomendasi ini, Ketua BNPB Syamsul Maarif menyatakan siap menjalankannya. Dengan catatan, dana yang tersedia memadai. "Kami terkadang sangat kesulitan untuk mendapatkan dana pada saat bencana terjadi," katanya. ito/nsf//P-3
bibithijau.blogspot.com
Sumber: http://m.koran-jakarta.com/index.php?id=77206&mode_beritadetail=1
Berhubungan dengan topik nasional
Komentar saya tentang kedua koran tersebut:
Penilaian
Koran Pertama
Koran Kedua
Segi Bahasa
Tidak bertele-tele
Mudah dimengeri
EYD
Sesuai
Sesuai
Kosakata
Kalimatnya baik dan struktur katanya juga sesuai
Kalimatnya baik, struktur katanya juga sesuai
Kesimpulan
Segi bahasa, EYD dan kosakata sudah sesuai dengan Bahasa Indonesia yang digunakan.
Jadi, Koran yang harganya Rp 2000 dan Rp 1000 menurut saya isinya sama saja.
Segi bahasa, EYD dan kosakata sudah sesuai dengan Bahasa Indonesia yang digunakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar